Medan -RajaPewarta.com- Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Dr. Alpi Sahari, SH. M.Hum menegaskan bahwa tindakan Polri dalam membubarkan massa anarkis bukanlah bentuk brutalitas, melainkan upaya melindungi kepentingan masyarakat luas.
Menurutnya, unjuk rasa dan tindakan anarkis harus dipisahkan secara tegas. “Dalam kegiatan unjuk rasa, Polri bertugas melayani dan mengawal peserta agar merasa aman dan nyaman menyampaikan aspirasi. Namun, ketika terjadi perbuatan anarkis yang mengganggu ketertiban umum, Polri wajib bertindak tegas dan terukur sesuai prinsip negara hukum (rechtstaat),” ujarnya di Medan, Senin (1/9).
Alpi menambahkan, tudingan adanya brutalitas aparat dalam menangani unjuk rasa tidak tepat. Ia menekankan bahwa Polri adalah bagian integral dari masyarakat yang mengemban amanah sebagai institusi sipil pasca-reformasi.
Terkait insiden meninggalnya Affan Kurniawan, seorang driver ojek online yang terlindas kendaraan taktis Brimob saat terjadi kericuhan, Alpi menyebut hal itu sebagai peristiwa duka yang tidak dikehendaki. “Affan adalah pencari nafkah yang wafat dalam tugas, namun kejadian ini tidak bisa serta-merta dimaknai sebagai kesengajaan dari aparat,” jelas akademisi yang juga pernah sebagai saksi ahli hukum pidana atas peristiwa Kanjuruhan Malang Jawa Timur ini.
Dalam pandangan hukum pidana, lanjutnya, akibat yang timbul dari sebuah peristiwa harus dilihat dari teori kausalitas. Ada tiga teori yang relevan: meist wirksame bedingung (mencari syarat utama penyebab akibat), ubergewichtstheorie (musabab sebagai faktor dominan yang melampaui syarat lain), dan art der werdens theorie (musabab sebagai syarat yang secara kodrati menimbulkan akibat).
“Dengan demikian, tidak ada alasan pembenar bagi amarah massa untuk menyerang Brimob maupun institusi Polri. Polisi lahir dari masyarakat dan bekerja untuk masyarakat, menjaga ketertiban dan keteraturan yang merupakan kebutuhan bersama,” tegas Alpi.
Ia juga menekankan bahwa tindakan tegas Polri selaras dengan konsepsi hukum pidana, yakni in casu extremae necessitates omnia sunt communia dan necessitas sub lege non continetur, qui aquod alias non est licitum necessitas facit licitum (dalam keadaan darurat, sesuatu yang semula tidak diperbolehkan menjadi diperbolehkan demi kepentingan umum).
Alpi mengajak para tokoh politik, agama, adat, masyarakat, akademisi, hingga orang tua untuk berperan aktif memberikan pemahaman kepada publik. “Stabilitas keamanan adalah prasyarat utama menuju negara kesejahteraan. Karena itu, mari saling menasihati untuk kebenaran dan kesabaran, sebagaimana ajaran watawa saubil haq watawa saubil sabr,” tutupnya.(siti sarah)